Pengalaman Live In
POSTED ON: Minggu, 30 September 2012 @ 09.28 | 0 comments
Beberapa jam sebelum keberangkatan
kami ke Live in, saya masih sibuk merapikan segala keperluan yang mungkin akan saya gunakan saat live in, hingga akhirnya jam menunjukan pukul 2 siang, saya ke sekolah dan anak-anak yang
lain sudah duduk rapi membuat barisan. Saya segera bergabung bersama barisan bus saya, seketika saya jadi sangat tidak sabar untuk segera berangkat ke desa. Suster Francisco masih sempat memberikan kata pengantar
sebelum kita semua berangkat.
Tepat pukul 3, kami semua berangkat
dari sekolah. Total, ada 4 bus yang berangkat. Pada awal-awal perjalanan, kami
di bus 1 masih sangat bersemangat teriak-teriak bahkan bernyanyi-nyanyi. Namun,
ketika kami sudah sampai di daerah Cikampek, dan ketika langit sudah semakin
gelap, tidak sedikit dari kami yang sudah tidur terlelap. Tapi saya sendiri
tidak bisa tidur, karena memang tidak terbiasa tidur di dalam bus. Selama
perjalanan, saya hanya memperhatikan kanan dan kiri, yang sebenarnya hanya
lampu-lampu yang terlihat. Setiap ada pemberhentian, saya selalu turun karena
kaki yang sudah mulai terasa pegal. Pada akhirnya, karena terlalu lelah saya
berhasil tidur sekitar pukul 3 subuh. Kemudian tiba-tiba ketika saya bangun,
saya sudah sampai di Wonosari.
Sesampainya
saya di Wonosari, saya segera ke toilet untuk mencuci muka, gosok gigi, dan
lain-lain. Pertama kali saya pergi ke toilet, saya agak jijik dengan toiletnya,
karena kotor. Namun, terbayang keadaan toilet di desa yang mungkin akan lebih
parah dari toilet di Wonosari itu. Setelah saya kembali ke hall Gereja di
Wonosari itu, kamu disodori makanan yang sudah dingin. Mau tidak mau saya pun
memakannya, karena memang kami semua belum makan pagi. Setelah kami selesai
makan, kami membuat barisan sesuai desa yang akan kami tinggali, saya sendiri
akan tinggal di desa Tepus. Saat itu juga saya langsung mencari teman serumah
saya, Arin. Setelah kami bertemu, kami segera memastikan barang-barang yang
telah kami bawa. Dan ternyata semua sudah lengkap.
Ternyata,
anak-anak yang akan tinggal di desa Tepus tidak akan naik truk, melainkan bus.
Bukan bus bagus seperti yang kami naiki saat perjalanan dari Jakarta ke
Wonosari, melainkan bus metromini. Selama perjalanan, lagi-lagi saya menikmati
dinginnya udara di daerah itu dah saya pun mulai terkantuk-kantuk. Yang saya
tahu, kemudian saya telah sampai di sebuah kapel di desa Tepus. Kami pun segera
turun dari bus dan masuk ke dalam kapel. Di dalam kapel, kami mulai
dipertemukan dengan orang tua asuh kami. Orang tua asuh saya dan Arin adalah
Ibu Sukinah. Setelah selesai acara di kapel, saya segera diajak pulang oleh Ibu
Sukinah ke rumahnya. Sesampainya kami di rumah, saya cukup kaget dengan keadaan
rumah, karena rumah yang akan saya tinggali ternyata tidaklah buruk. Dan Ibu
Sukinah segera menyiapkan makanan untuk kami. Bahkan sebelum kami sempat
membereskan barang bawaan kami.
Kemudian
kami pun makan, dan ternyata makanannya sangat enak. Setelah makan, saya dan
Arin kemudian tidur karena masih lelah pada saat perjalanan. Kami bangun
sekitar pukul 5 sore. Dan mulai membantu Ibu Sukinah untuk memasak dan
lain-lain. Pada awalnya, Ibu Sukinah tidak mengijinkan kami untuk membantunya,
namun saya dan Arin memaksa. Hingga akhirnya ia mengijinkan kami untuk membantunya
melakukan kegiatan rumah. Mulai dari memasak, menyuci piring, menyiapkan
makanan, memberi makan hewan ternak, hingga pergi ke ladang. Namun kami pergi
ke ladang hanya 1 kali, sisanya kami habiskan waktu dengan berbincang-bincang
dengan Ibu Sukinah dan anaknya, dan membantunya memasak.
Hal itu
terus berulang selama kami berada di desa Tepus. Namun, saya merasakan rasanya
tinggal di desa. Dimana antar keluarga memiliki rasa kekeluargaan yang besar
satu sama lain. Setiap orang yang ada di desa mengenal satu sama lain. Bahkan
tidak jarang ada orang yang bertamu ke rumah Ibu Sukinah, hanya sekedar untuk
bertemu dan menanyakan kabar. Beruntung, karena saya dan Arin bisa berbahasa
Jawa sedikit banyak. Namun kami meminta Ibu Sukinah untuk mengajarkan kami
bahasa Jawa Kromo, dan ternyata sangat sulit.
Kemudian
tibalah waktunya bagi saya dan Arin
untuk pulang ke Jakarta. Sehari sebelum kami pulang, kami sudah merasa sangat
berat mengingat bahwa kami akan segera pulang. Bahkan Ibu Sukinah pun beberapa
kali mengatakan bahwa ia akan merasa kesepian setelah kami pulang. Tidak sekali
saya menangis saat teringat bahwa saya akan segera pulang, begitupun Arin.
Keesokan harinya, ketika bangun pagi, kami segera menyiapkan barang-barang kami
agak tidak ada yang tertinggal. Ibu Sukinah sudah memasakkan makanan untuk
kami, dan ia memaksa kami untuk makan banyak agar tidak kelaparan saat
perjalanan pulang, jadi kami pun makan agak banyak, walaupun perut ini rasanya
tidak ingin makan.
Hingga
tiba saatnya kami untuk pulang, Ibu Sukinah pun menangis dan memeluk saya dan
Arin. Sampai ketika kami sudah sampai di kapel, saya masih menangis, hingga
teman-teman yang lain menanyakan apa yang terjadi. Lalu, ketika saya kembali
lagi ke Wonosari, saya langsung bertukar cerita dengan teman-teman yang lain.
Setelah acara di Wonosari telah selesai, kami naik ke dalam bus dan siap-siap
pulang ke BSD. Rasanya sungguh berat meninggalkan Wonosari dan desa Tepus. Selama
perjalanan pulang, badan saya terasa tidak enak, mual dan pusing. Jadi yang
saya lakukan hanya tidur selama perjalanan, ketika saya terbangun saya segera
tidur lagi, terbangun lagi tidur lagi. Tiba-tiba saya sudah sampe di daerah
Bekasi. Lalu sekitar pukul 6 pagi kami sudah sampai di sekolah, lalu kami pun
pulang. Sekitar pukul 7 malam, saya menelepon Ibu Sukinah dan anaknya, Mas Lu.
Ibu menangis lagi, karena teringat saya, katanya. Saya pun jadi ikut menangis,
karena Ibu bilang “maaf ya ibu gak antar kamu kemarin, soalnya ibu gak tega
liat kamu pergi.” Lalu ibu sering sekali bilang “kamu belajar yang bener, biar
hidupnya enak gak susah kaya ibu di desa.” Sampai sekarang pun saya masih sering
sms-an dengan Mas Lu, menanyakan keadaan Ibu dan Mas Lu. Kata Mas, “ibu udah
gak pernah nangis, tapi sering bilang kangen sama kamu sama Arin.” Saya merasa
pengalaman yang saya dapatkan di live in benar-benar berguna untuk saya. Tidak
bisa di jelaskan memang, namun saya sendiri merasa mendapatkan manfaat dari
acara live in ini.
Angelika Tessa Cornelia XII-IPB / 3
← Older / back up / Newer →
What is ABah?
Ever since: 2011
Terdiri dari 13 manusia makhluk yang berasal dari Jupiter, bertualang ke penjara hijau dan nyasar menemukan blogspot. I guess we'll keep writing on this page :)
The Crew
Vanessa
Zenia
Tessa
Astrid
Gary
Inka
Lili
Vena
Michelle
Priska
Ratna
Angie
Bagus
Tagboard
Your thoughts, and your cries. Be nice.
Pengalaman Live In
POSTED ON: Minggu, 30 September 2012 @ 09.28 | 0 comments
Beberapa jam sebelum keberangkatan
kami ke Live in, saya masih sibuk merapikan segala keperluan yang mungkin akan saya gunakan saat live in, hingga akhirnya jam menunjukan pukul 2 siang, saya ke sekolah dan anak-anak yang
lain sudah duduk rapi membuat barisan. Saya segera bergabung bersama barisan bus saya, seketika saya jadi sangat tidak sabar untuk segera berangkat ke desa. Suster Francisco masih sempat memberikan kata pengantar
sebelum kita semua berangkat.
Tepat pukul 3, kami semua berangkat
dari sekolah. Total, ada 4 bus yang berangkat. Pada awal-awal perjalanan, kami
di bus 1 masih sangat bersemangat teriak-teriak bahkan bernyanyi-nyanyi. Namun,
ketika kami sudah sampai di daerah Cikampek, dan ketika langit sudah semakin
gelap, tidak sedikit dari kami yang sudah tidur terlelap. Tapi saya sendiri
tidak bisa tidur, karena memang tidak terbiasa tidur di dalam bus. Selama
perjalanan, saya hanya memperhatikan kanan dan kiri, yang sebenarnya hanya
lampu-lampu yang terlihat. Setiap ada pemberhentian, saya selalu turun karena
kaki yang sudah mulai terasa pegal. Pada akhirnya, karena terlalu lelah saya
berhasil tidur sekitar pukul 3 subuh. Kemudian tiba-tiba ketika saya bangun,
saya sudah sampai di Wonosari.
Sesampainya
saya di Wonosari, saya segera ke toilet untuk mencuci muka, gosok gigi, dan
lain-lain. Pertama kali saya pergi ke toilet, saya agak jijik dengan toiletnya,
karena kotor. Namun, terbayang keadaan toilet di desa yang mungkin akan lebih
parah dari toilet di Wonosari itu. Setelah saya kembali ke hall Gereja di
Wonosari itu, kamu disodori makanan yang sudah dingin. Mau tidak mau saya pun
memakannya, karena memang kami semua belum makan pagi. Setelah kami selesai
makan, kami membuat barisan sesuai desa yang akan kami tinggali, saya sendiri
akan tinggal di desa Tepus. Saat itu juga saya langsung mencari teman serumah
saya, Arin. Setelah kami bertemu, kami segera memastikan barang-barang yang
telah kami bawa. Dan ternyata semua sudah lengkap.
Ternyata,
anak-anak yang akan tinggal di desa Tepus tidak akan naik truk, melainkan bus.
Bukan bus bagus seperti yang kami naiki saat perjalanan dari Jakarta ke
Wonosari, melainkan bus metromini. Selama perjalanan, lagi-lagi saya menikmati
dinginnya udara di daerah itu dah saya pun mulai terkantuk-kantuk. Yang saya
tahu, kemudian saya telah sampai di sebuah kapel di desa Tepus. Kami pun segera
turun dari bus dan masuk ke dalam kapel. Di dalam kapel, kami mulai
dipertemukan dengan orang tua asuh kami. Orang tua asuh saya dan Arin adalah
Ibu Sukinah. Setelah selesai acara di kapel, saya segera diajak pulang oleh Ibu
Sukinah ke rumahnya. Sesampainya kami di rumah, saya cukup kaget dengan keadaan
rumah, karena rumah yang akan saya tinggali ternyata tidaklah buruk. Dan Ibu
Sukinah segera menyiapkan makanan untuk kami. Bahkan sebelum kami sempat
membereskan barang bawaan kami.
Kemudian
kami pun makan, dan ternyata makanannya sangat enak. Setelah makan, saya dan
Arin kemudian tidur karena masih lelah pada saat perjalanan. Kami bangun
sekitar pukul 5 sore. Dan mulai membantu Ibu Sukinah untuk memasak dan
lain-lain. Pada awalnya, Ibu Sukinah tidak mengijinkan kami untuk membantunya,
namun saya dan Arin memaksa. Hingga akhirnya ia mengijinkan kami untuk membantunya
melakukan kegiatan rumah. Mulai dari memasak, menyuci piring, menyiapkan
makanan, memberi makan hewan ternak, hingga pergi ke ladang. Namun kami pergi
ke ladang hanya 1 kali, sisanya kami habiskan waktu dengan berbincang-bincang
dengan Ibu Sukinah dan anaknya, dan membantunya memasak.
Hal itu
terus berulang selama kami berada di desa Tepus. Namun, saya merasakan rasanya
tinggal di desa. Dimana antar keluarga memiliki rasa kekeluargaan yang besar
satu sama lain. Setiap orang yang ada di desa mengenal satu sama lain. Bahkan
tidak jarang ada orang yang bertamu ke rumah Ibu Sukinah, hanya sekedar untuk
bertemu dan menanyakan kabar. Beruntung, karena saya dan Arin bisa berbahasa
Jawa sedikit banyak. Namun kami meminta Ibu Sukinah untuk mengajarkan kami
bahasa Jawa Kromo, dan ternyata sangat sulit.
Kemudian
tibalah waktunya bagi saya dan Arin
untuk pulang ke Jakarta. Sehari sebelum kami pulang, kami sudah merasa sangat
berat mengingat bahwa kami akan segera pulang. Bahkan Ibu Sukinah pun beberapa
kali mengatakan bahwa ia akan merasa kesepian setelah kami pulang. Tidak sekali
saya menangis saat teringat bahwa saya akan segera pulang, begitupun Arin.
Keesokan harinya, ketika bangun pagi, kami segera menyiapkan barang-barang kami
agak tidak ada yang tertinggal. Ibu Sukinah sudah memasakkan makanan untuk
kami, dan ia memaksa kami untuk makan banyak agar tidak kelaparan saat
perjalanan pulang, jadi kami pun makan agak banyak, walaupun perut ini rasanya
tidak ingin makan.
Hingga
tiba saatnya kami untuk pulang, Ibu Sukinah pun menangis dan memeluk saya dan
Arin. Sampai ketika kami sudah sampai di kapel, saya masih menangis, hingga
teman-teman yang lain menanyakan apa yang terjadi. Lalu, ketika saya kembali
lagi ke Wonosari, saya langsung bertukar cerita dengan teman-teman yang lain.
Setelah acara di Wonosari telah selesai, kami naik ke dalam bus dan siap-siap
pulang ke BSD. Rasanya sungguh berat meninggalkan Wonosari dan desa Tepus. Selama
perjalanan pulang, badan saya terasa tidak enak, mual dan pusing. Jadi yang
saya lakukan hanya tidur selama perjalanan, ketika saya terbangun saya segera
tidur lagi, terbangun lagi tidur lagi. Tiba-tiba saya sudah sampe di daerah
Bekasi. Lalu sekitar pukul 6 pagi kami sudah sampai di sekolah, lalu kami pun
pulang. Sekitar pukul 7 malam, saya menelepon Ibu Sukinah dan anaknya, Mas Lu.
Ibu menangis lagi, karena teringat saya, katanya. Saya pun jadi ikut menangis,
karena Ibu bilang “maaf ya ibu gak antar kamu kemarin, soalnya ibu gak tega
liat kamu pergi.” Lalu ibu sering sekali bilang “kamu belajar yang bener, biar
hidupnya enak gak susah kaya ibu di desa.” Sampai sekarang pun saya masih sering
sms-an dengan Mas Lu, menanyakan keadaan Ibu dan Mas Lu. Kata Mas, “ibu udah
gak pernah nangis, tapi sering bilang kangen sama kamu sama Arin.” Saya merasa
pengalaman yang saya dapatkan di live in benar-benar berguna untuk saya. Tidak
bisa di jelaskan memang, namun saya sendiri merasa mendapatkan manfaat dari
acara live in ini.
Angelika Tessa Cornelia XII-IPB / 3
← Older / back up / Newer →